Selasa, 21 Januari 2014

Tradisi Megeret Pandan

Tradisi Megeret Pandan (  Perang Pandan Berduri)

Tradisi sakral Bali Aga ini menggunakan pandan berduri dan sangat tajam ini adalah unik dan menurut ramagita Tradisi Megeret Pandan. atau Perang Pandan (Mekare-kare) dilakukan selama tiga hari dan juga tradisi ini merupakan sarana latihan ketangkasan seorang prajurit dalam masyarakat Tenganan  sebagai penganut Agama Hindu aliran Dewa Indra sebagai Dewa Perang.



Yang terpenting dalam perang pandan tersebut tidak ada menang kalah. Kalau ada yang sampai terluka akibat goresan pandan akan diobati dengan obat yang telah disediakan yang berasal dari cuka kunir dan isen. Tak heran jika Perang pandan ini menjadi tontonan menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.

Kepercayaan warga Tenganan agak berbeda dengan warga Bali pada umumnya dimana Umat Hindu Bali yang menjadikan Tri Murti sebagai Dewatertinggi. Namun bagi warga Tenganan, Dewa Indra sebagai dewa perang adalah dewa dari segala dewa.

Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan Karangasem Bali.

Salah satu desa Bali Aga yang masih mempertahankan pola hidup secara tradisional ada di kabupaten paling Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan. Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10 km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh sekitar 90 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.Sebelum prosesi perang pandan dimulai, warga Tenganan melakukan ritual berkeliling desa.
Selain tradisi unik perang pandan yang merupakan warisan budaya leluhur, Desa Tenganan mempunyai hasil karya seni yang sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit, dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama dan warna alami dari tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan, seperti tata cara kawin harus sesama warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta pekarangan, juga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan, sehingga Tenganan akan mejadi objek untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan upacara persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan Agama Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal kasta dan meyakini Dewa Indra sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai senjata pandan berduri yang perlambang sebuah gada yang dipakai berperang, perang berhadapan satu lawan satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua. Upacara perang pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari, setiap pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3 jam, walaupun akhirnya mereka sampai mengeluarkan darah karena tertancap duri pandan, setelah perang usai mereka bersama-sama membantu satu dan lainnya mencabuti duri pandan dan meberi obat berupa daun sirih dan kunyit, sama sekali tidak meninggalkan kesan permusuhan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar