Tradisi Megeret Pandan ( Perang Pandan Berduri)
Tradisi sakral Bali Aga ini menggunakan pandan berduri dan sangat tajam ini adalah unik dan menurut ramagita Tradisi Megeret Pandan. atau Perang Pandan (Mekare-kare) dilakukan
selama tiga hari dan juga tradisi ini merupakan sarana latihan
ketangkasan seorang prajurit dalam masyarakat Tenganan sebagai penganut
Agama Hindu aliran Dewa Indra sebagai Dewa Perang.
Kepercayaan warga Tenganan agak berbeda dengan warga Bali pada umumnya dimana Umat Hindu Bali yang menjadikan Tri Murti sebagai Dewatertinggi. Namun bagi warga Tenganan, Dewa Indra sebagai dewa perang adalah dewa dari segala dewa.
Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan Karangasem Bali.
Salah satu desa Bali Aga
yang masih mempertahankan pola hidup secara tradisional ada di
kabupaten paling Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi
dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan.
Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10
km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh
sekitar 90 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Ibu
Kota Bali.Sebelum prosesi perang pandan dimulai, warga Tenganan
melakukan ritual berkeliling desa.
Selain tradisi unik perang pandan yang
merupakan warisan budaya leluhur, Desa Tenganan mempunyai hasil karya
seni yang sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses
pembuatanya sangat rumit, dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama
dan warna alami dari tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih
mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan, seperti tata cara kawin
harus sesama warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta
pekarangan, juga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang
secara turun-temurun dipertahankan, sehingga Tenganan akan mejadi objek
untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi
perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan upacara
persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang
merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja
keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang melarang rakyatnya
menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan Agama
Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal kasta dan meyakini Dewa Indra
sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa
Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai
senjata pandan berduri yang perlambang sebuah gada yang dipakai
berperang, perang berhadapan satu lawan satu dan diikuti oleh para
lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua. Upacara perang
pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari, setiap
pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3
jam, walaupun akhirnya mereka sampai mengeluarkan darah karena
tertancap duri pandan, setelah perang usai mereka bersama-sama membantu
satu dan lainnya mencabuti duri pandan dan meberi obat berupa daun sirih
dan kunyit, sama sekali tidak meninggalkan kesan permusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar